Iklan Sekolah Gratis = "Menyesatkan Masyarakat?"

Posted On 7/15/2009 04:26:00 PM by achankoe |

Sejak dicanangkannya iklan sekolah gratis oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di awal tahun 2009, iklan yang berkaitan dengan Sekolah Gratis banyak bermunculan baik di media cetak, media televisi, internet, dan sebagainya.

Akan tetapi, dari beberapa iklan yang ditampilkan khususnya melalui media televisi -hal ini karena media televisi lebih banyak mampu menjangkau masyarakat luas bila dibandingkan dengan media cetak bahkan media internet, maklum masih banyak masyarakat yang belum melek internet- tampak masih sangat bias, hal itu karena dalam iklan-iklan yang disampaikan,misalnya yang menampilkan para tokoh Laskar Pelangi dan iklan seorang anak yang merasa gembira begitu mendengar pengumuman sekolah gratis di radio setelah terancam putus sekolah karena orang tuanya tidak memiliki biaya sekolah hanya menampilkan bahwa mulai tahun 2009 sekolah gratis tetapi tidak ada rincian biaya apa saja yang digratiskan, apakah seluruh biayanya atau hanya pada biaya-biaya tertentu misalnya SPP, tidak ada lagi sumbangan-sumbangan, uang pembangunan, pemberian buku-buku, dan sebagainya.

Akibat penanyangan iklan-iklan yang bias tersebut menyebabkan timbulnya beragam persepsi di masyarakat, halini karena banyak masyarakat yang menelan mentah-mentah iklan tersebut sehingga muncullah persepsi bahwa yang dimaksud sekolah gratis meliputi gratis semua pembiayaan yang berkaitan dengan kegiatan aktivitas sekolah baik dari pendaftaran, uang SPP, uang gedung, buku-buku, dan sebagainya. Semestinyalah pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memberikan informasi yang jelas di berbagai media tersebut.

Hal ini, sebenarnya telah dijelaskan oleh pemerintah melalui situs Sekolah Gratis , tetapi karena hampir sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum melek internet maka informasi yang disampaikan tersebut hanya mampu diterima oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia.

Alangkah lebih baik bila informasi tersebut lebih banyak disampaikan melalui media audio visual seperti televisi dan radio yang lebih mampu mencapai sebagian besar masyarakat Indonesia.

Berdasarkan informasi dari situs Sekolah Gratis ternyata gratis yang dimaksud adalah sebatas bebas SPP yang disebabkan adanya kenaikan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang di dalamnya termasuk sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), uang penerimaan siswa baru (PSB), biaya ujian sekolah dan juga BOS buku.

Adapun perincian dana BOS yang akan diterima oleh tiap siswa adalah sebesar Rp. 400.000/ tahun untuk SD / SDLB di wilayah kota, Rp. 397.000/ tahun untuk SD/ SDLB di kabupaten. Sedangkan untuk siswa SMP/ SMPLB/ SMPT di kota Rp. 575.000/ tahun dan SMP/ SMPLB/ SMPT di kabupaten Rp. 570.000/ tahun.

''Dalam hitung-hitungan Balitbang Depdiknas, untuk sekolah gratis berkualitas dibutuhkan Rp1,8 juta per siswa per tahun, namun yang terjadi saat ini, BOS hanya diberikan sekitar Rp400 ribu per siswa per tahun, sehingga rata-rata orang tua siswa harus menanggung sisanya Rp1,4 juta per tahun. Untuk itu, Depdiknas harus mulai memikirkan agar iklan sekolah gratis tidak hanya omong kosong belaka,'' kata Koordinator Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch (ICW) Ade Irawan.

''Iklan sekolah gratis itu hanya tong kosong, dan sangat kental dengan muatan politis, terutama untuk kepentingan pemerintah saat ini, karena pungutan di sejumlah sekolah masih saja ada pungutan,'' ujar Ade Irawan dalam sebuah diskusi publik pendidikan, di Komunitas Utan Kayu, Jakarta, Kamis (7/5).

Berbeda dengan iklan Sekolah Gratis yang diiklankan oleh Pemerintah, kondisi dilapangan masih jauh panggang dari api, di daerah masih banyak terdapat pungutan-pungutan seperti di Bandung , Palembang malah ada indikasi upaya melegalkan pungutan dengan latar belakang pelaksanaan sekolah gratis , adalagi dengan berdalih untuk subisidi silang sebagaimana terjadi di Semarang.

Ada sebagian pihak menganggap bahwa iklan Sekolah Gratis tersebut adalah cara pemerintah untuk menarik simpati masyarakat, hal ini karena munculnya iklan-iklan tersebut dengan marak bertepatan dengan pelaksanaan pemilihan presiden.

Menurut Koordinator Education Forum, Suparman, saat ini banyak politisi yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas politik, seperti janji-janji memberikan pendidikan murah, bahkan gratis. Setelah politisi itu mendapat kedudukan politik, persoalan pendidikan diabaikan dan janji mereka soal pendidikan sulit ditagih.

”Jangankan menagih janji. Bertemu dengan wakil rakyat untuk mengadu persoalan pendidikan saja sangat sulit, padahal pendidikan gratis selalu menjadi isu utama,” keluhnya.

Apa respon pihak pemerintah atas pengaruh iklan tersebut yang menimbulkan banyak persepsi di masyarakat?.

Dalam situs Depkominfo Mendiknas Bambang Sudibyo menegaskan, istilah "Sekolah Gratis" merupakan usulan Dewan Perwakilan Rakyat dan Menteri Pendidikan Nasional mengingat istilah "gratis" mudah disosialisasikan, sedangkan istilah "Bisa" merupakan semboyan pemerintah saat ini yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.

"Meski dalam UU Sisdiknas dikatakan tanpa memungut biaya, namun ketika rapat dengan DPR disepakati menggunakan istilah gratis, karena istilah itu mudah disosialisasikan kepada masyarakat,"kata Bambang Sudibyo saat raker dengan PAH III DPD RI di Gedung DPD Jakarta, Rabu (24/6).

Namun sekolah gratis juga bukan berarti gratis yang tidak terbatas, katanya, sebab selain biaya operasional sekolah, siswa memerlukan biaya lain, yaitu transportasi, pakaian dan lainnya, apalagi siswa di perkotaan, demikian lanjut Mendiknas.

Penjelasan Mendiknas tentang sekolah gratis juga terkait dengan pertanyaan dan keinginan beberapa anggota DPD yang meminta iklan "Sekolah Gratis, Pasti Bisa" dicabut dan tidak lagi ditanyangkan di televisi mengingat iklan tersebut berbau politis dan mendukung salah satu capres, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono.

"Iklan Mendiknas tentang sekolah gratis di televisi setiap hari melebihi rating iklan capres, padahal kami sudah sepakat tidak menggunakan kata sekolah gratis. Iklan tersebut bernuansa politis karena menggunakan kata "Bisa","kata Ketua PAH III DPD asal Sulteng, Faisal Mahmud.

Jadi? iklan telah ditayangkan dengan luas, banyaknya kesalahan pemahaman di masyarakat telah terjadi, akhirnya pemerintah memberikan klarifikasi, mengapa tidak dari awal? sehingga kesalahan pemahaman tidak terjadi, yang terpenting adalah pemilihan presiden telah berlangsung, hanya Tuhan yang tahu ada apa dibalik ini semua, tetapi yang jelas ......... selalu rakyat yang jadi korban? ....

Sekolah Gratis? ... rasanya cuma mimpi ...









| edit post
0 Response to 'Iklan Sekolah Gratis = "Menyesatkan Masyarakat?"'