Istriku ...

Posted On 5/03/2013 01:28:00 PM by achankoe | 0 comments

Istriku ……

Saat ini kutulis, aku berdoa semoga Allah SWT senantiasa merahmatimu sebagaimana doamu untukku selalu …

Ingatkah engkau, betapa bahagianya aku ketika engkau menerima pinanganku tiga belas tahun lalu, kala itu hatiku berkecamuk seolah-olah ingin mengatakan inilah bidadariku yang beberapa waktu lalu aku mimpikan, yang karena begitu indahnya mimpi itu hingga mampu membuatku tersenyum dalam kesendirianku.

Ingatkah engkau, ketika aku dipindahkan ke tempat yang jauh di seberang samudera sana, kalimat pertama kali engkau ucapkan ketika hatiku dalam kegalauan, “.. kini aku adalah istrimu, senang dan susah kita senantiasa bersama, suka dan duka kita jalani berdua, tidak aku membiarkanmu berangkat sendiri, aku akan senantiasa mendampingimu ..”. Tahukah engkau bagaimana perasaanku?, ingin rasanya kudekap dirimu dan tak kulepaskan lagi untuk selamanya, doaku ya Allah semoga Engkau jadikan kami menjadi mujahid-Mu di setiap medan juang da’wah.

Istriku ...

Ingatkah engkau, ketika kita meninggalkan orang tua kita dengan hanya perbekalan secukupnya?, piring cukup satu, panci cukup satu, kompor cukup satu?. Bagaimana galau kita ketika menapakkan kami berdua bersama di negeri yang hanya kita berdua merasakan gundah gulananya?, di negeri yang tidak memiliki sana famili, handai tolan? Tidak memiliki tempat tinggal? Hanya sesekali kita dapat bertemu pandang?, semua kita jalani bersama. Masih teringat jelas olehku ketika engkau meneteskan air mata demi merindukan orang tuamu, kerinduan yang memumcak?, apa dayaku? Hanya kepada Allah kita serahkan semuanya, Dia-lah yang menjadi saksi atas perjalanan hidup yang kita lalui bersama, jatuh bangun bersama.

Ingatkah engkau betapa bahagianya kita ketika menempati rumah kontrakan kita? Meski hanya berukuran 3 x 3 meter persegi?, disitulah kita membina rumah tangga kita, memasak, menjemur, tidur, dan bercengkerama bersama, meskipun orang lain melihat kita seolah berada dalam penderitaan hidup, tetapi terasa itulah surga kita berdua.

Ingatkah engkau, ketika betapa bahagianya kita ketika benih cinta kita mulai tumbuh, teringat jelas olehku bagaimana rona wajahmu yang cantik ibarat bulan purnama tersenyum menyambutnya? Dan bagaimana wajahmu tersebut memerah memendan duka yang sangat perih ketika Yang Maha Kuasa mengambilnya kembali dari kita?

Ingatkah engkau ketika engkau keluar dari kamar kecil dan engkau katakan padaku … “Kak, anak kita???!!!”. Ya, itulah ketika engkau mengalami keguguran yang pertama kali dan aku tidak mampu berbuat apa-apa untukmu, terasa aku adalah makhluk paling lemah dan bodoh dihadapanmu.

Ingatkah engkau, bagaimana perihnya hatiku ketika aku tidak mampu memberikan tempat yang layak untuk orang tua kita ketika beliau menjengukmu? Aku merasa gagal memegang amanahnya untuk menjaga dan melindungimu?

Istriku ….

Ingatkah engkau, bagaimana perasaan kita ketika kita diusir dengan halus hanya karena seseorang yang tidak menyukaimu hanya karena engkau melindungi auratmu? Dan akhirnya Allah SWT hantarkan pertolongan-Nya hingga kita memulai kembali menjalani kehidupan kita bersama di atas bukit? Di pondok kecil tanpa air? Disanalah kita berjuang, dalam suka dan duka. Bagaimana setiap pagi kita memikul air untuk persiapan siang dan malam hari? Memikul air di malam hari untuk persiapan di siang hari?

Ingatkah engkau, bagaimana tangisan kita berdua, berpelukan dalam duka yang dalam ketika mengetahui anak kita yang kedua kembali diambil oleh Yang Maha Kuasa. Tahukah engkau bagaimana dukaku yang mendalam ketika aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, putra kita, penerus perjuangan kita, diambil Yang Maha Kuasa dalam pelukanku? Yang dia dingin dan kaku dalam pelukanku, ayahnya yang tidak mampu melindunginya dari deruan angin yang dingin di atas motor ketika melaju ke rumah sakit untuk menyelamatkan nyawanya?

Ingatkah engkau, ketika engkau menangis dalam pelukanku dengan lirih engkau ucapkan “.. Kak, mana anak saya? ..” terasa itulah kegagalanku yang kedua kalinya dalam menjagamu.

Istriku …

Ingatkah engkau dengan perjuangan yang kita lalui bersama, cacian, makian, fitnah, sms, dan sebagaimana seolah-olah bertubi-tubi menghantam kehidupan kita? Yang seolah-olah kita hanya dua batang kara dan hanya Allah-lah pelindung dan tempat kita mengadu? Ingatkah engkau ketika itu semua terhapus dengan lahirnya putri kita? Putri yang kita harapkan akan menjadi penolong kita ketika di akherat kelak yang kita harapkan menjadi tabungan pahala. Betapa bahagianya aku ketika menatap kebahagiaan dari rona wajahmu? Terasa hidupku bersemi lagi ditengah-tengah medan jihad yang jalani.

Istriku …

Tahukah engkau betapa sedih dan perihnya hatiku ketika mendengar uraianmu? Uraian keperihanmu? Itulah saat yang kesekian kalinya aku merasa aku adalah manusia gagal. Terkadang termenung aku ketika melihat wajahmu yang halus yang menampakkan rona ketulusan meskipun aku tahu engkau pun merasakan keperihan atas beban hidupmu.

Istriku …

Tahukah engkau betapa bahagianya aku, ketika kita bersama bisa kembali ke kampung halaman kita?, kembali bersua dengan famili dan kerabat kita, bertemu rindu dengan orang tua kita? Aku berdoa kepada Allah SWT agar kembalinya kita merupakan awal kita menjalani kehidupan kita bersama, kehidupan yang telah menempa kita menjadi pribadi yang tegar.

Terbayang olehku bagaimana kita merajuk kembali kehidupan kita bersama putri-putri kita, menapaki jalan jihad bersama, membangun mahligai bersama dan mewujudukan baiti jannati, kehidupan yang mawadah wa rahmah.

Betapa hatiku senantiasa berkaca-kaca ketika ku menatapmu setiap kali aku kembali dari medan jihadku, hingga karena begitu terkesimanya aku terhadap dirimu sampai-sampai aku malu menatapmu ketika ku memasuki rumah kita? Ketika bercengkerama bersama bahkan ketika aku marah padamu.

Istriku …

Hanya doaku untukmu, semoga Allah SWT melapangkan hatimu untukku, engkau adalah belahan jiwaku. Pernahkah engkau membayangkan bagaimana bila belahan jiwanya tersakiti? Belahan jiwa menangis?

Istriku …

Betapaun besarnya cintaku padamu, ku yakin cintamu padaku masih melebihinya …. Harapanku, lapangkan sedikit saja hatimu untukku … Berikan aku kesempatan untuk menjadi manusia yang berguna dihadapanmu … Berikan aku kesempatan untuk mendulang pahala dari ketulusanmu … Berika aku kesempatan untuk menjadi orang yang engkau impikan ….

Istriku …

Aku hanya berharap bila engkau bermimpi tentang kesatria berkuda putih ……. Akulah orangnya ….

Istriku …

Apapun keadaannya, engkau tetaplah istriku, bidadariku, penyejuk hatiku, biarkan aku senantiasa berbaring dipangkuanmu …..

Suamimu.

Baca Lagi? Mau Mau Mau? ......
| | edit post